Selasa, 07 April 2009

PomparAn ni Raja Nai Ambaton

Pomparan ni si Raja Naiambaton biasa disingkat menjadi PARNA[1], yaitu marga-marga yang dipercayai sebagai keturunan dari Raja Naiambaton yang karenanya tidak boleh menikah satu dengan yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam tulisan-tulisan pustaha Batak yang berbunyi "Pomparan ni si Raja Naiambaton sisada anak sisada boru” dalam bahasa Batak Toba, yang dapat diartikan dengan ”Keturunan Raja Naiambaton adalah sama-sama pemilik putra dan putri,” yang dalam arti lebih luas lagi dapat diartikan bahwa ”Putra-putri keturunan marga-marga Naiambaton tidak boleh menikah satu sama lain.”

[sunting] Raja Naiambaton

Satu tulisan menyatakan bahwa Raja Naiambaton merupakan keturunan keenam dari Raja Batak, seperti berikut: Raja Batak memperanakkan Guru Tateabulan, memperanakkan Raja Isumbaon, memperanakkan Tuan Sorimangaraja, memperanakkan Raja Asiasi, memperanakkan Sangkaisomalindang, dan memperanakkan Raja Naiambaton.[2]

[sunting] Marga-marga Parna

Terdapat perbedaan pada jumlah marga yang masuk dalam kelompok Parna ini, hal ini disebabkan karena kebudayaan Batak yang dapat menggunakan marga leluhur, percabangan marga kakek, ayah, atau bahkan percabangan marga baru. Tetapi walau berbeda marga, semuanya mengaku dipersatukan oleh ucapan di atas ("Pomparan ni si Raja Naiambaton sisada anak sisada boru”).[3][4]

Penyebab lain dari perbedaan jumlah marga ini adalah adanya beberapa marga dari non-Tapanuli/Toba yang tidak mengakui marganya sebagai keturunan dari Raja Nai Ambaton.

Adapun marga-marga yang termasuk dalam Pomparan Ni Raja Nai Ambaton ( PARNA ) yaitu:

  1. Bancin ( sigalingging )
  2. Banurea ( sigalingging )
  3. Boangmenalu ( sigalingging)
  4. Brampu ( sigalingging )
  5. Brasa ( sigalingging )
  6. Bringin ( sigalingging )
  7. Dalimunthe
  8. Gajah ( sigalingging )
  9. Garingging ( sigalingging )
  10. Ginting Baho
  11. Ginting Beras
  12. Ginting Capa
  13. Ginting Guruputih
  14. Ginting Jadibata
  15. Ginting jawak
  16. Ginting manik
  17. Ginting Munthe
  18. Ginting Pase
  19. Ginting Sinisuka
  20. Ginting Sugihen
  21. Ginting Tumangger
  22. Haro
  23. Kombih (sigalingging )
  24. Maharaja
  25. Manik Kecupak (sigalingging)
  26. Munte
  27. Nadeak
  28. Nahampun
  29. Napitu
  30. Pasi
  31. Pinayungan (sigalingging ? )
  32. Rumahorbo
  33. Saing
  34. Saraan (sigalingging )
  35. Saragih Dajawak
  36. Saragih Damunte
  37. Saragih Dasalak
  38. Saragih Sumbayak
  39. Saragih Siadari
  40. Siallagan
  41. Siambaton
  42. Sidabalok
  43. Sidabungke
  44. Sidabutar
  45. Saragih Sidauruk
  46. Saragih Garingging
  47. Saragih Sijabat
  48. Simalango
  49. Simanihuruk
  50. Simarmata
  51. Simbolon Altong
  52. Simbolon Hapotan
  53. Simbolon Pande
  54. Simbolon Panihai
  55. Simbolon Suhut Nihuta
  56. Simbolon Tuan
  57. Sitanggang Bau
  58. Sitanggang Gusar
  59. Sitanggang Lipan
  60. Sitanggang Silo
  61. Sitanggang Upar Par Rangin Na 8 ( sigalingging )
  62. Sitio
  63. Tamba
  64. Tinambunan
  65. Tumanggor
  66. Turnip
  67. Turuten

[sunting] Catatan kaki

  1. ^ Sebagian sumber menyebut PARNA sebagai Parsadaon Raja Nai Ambaton
  2. ^ W. M. Hoetagaloeng, Pustaha Taringot Tu Tarombo ni Bangso Batak, 1926
  3. ^ N. Siahaan, BA., Sejarah Kebudayaan Batak, 1964
  4. ^ Djaja S. Meliala SH dan Aswin Peranginangin, Hukum Perdata Adat Karo Dalam Rangka Pembentukan Hukum Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar